Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung kembali jadi buah bibir. Belum surut sorotan soal dugaan jual beli sel mewah yang terkuak usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan pada 21 Juli lalu, kasus serupa kembali terjadi.
Ombudsman menguak fakta baru. Dalam inspeksi mendadak (sidak) pada Kamis 13 September 2018 malam, lembaga negara yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik itu, menemukan sel mewah yang dihuni terpidana kasus korupsi proyek e-KTP Setya Novanto alias Setnov.
Temuan Ombudsman mengungkap, bahwa kamar tahanan Setnov lebih besar dibanding yang lain. Sel mantan Ketua DPR itu juga dilengkapi sejumlah perabotan yang tertata rapi. Tak cukup itu, kloset duduk serta dinding plywood juga menghiasai sel mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
"Kamarnya Setnov lebih luas, lebih bagus. Ukuran dua kali lipat dari (kamar) semuanya," kata Anggota Ombudsman Ninik Rahayu di Kantor Kanwil Kemenkum HAM Jabar, Bandung, Jumat 14 September 2018.
Ini bukan kali pertama sel Setnov jadi sorotan. Tak lama usai OTT KPK, Sabtu 21 Juli 2018, tim Mata Najwa yang ikut Dirjen PAS sidak ke Lapas Sukamiskin menemukan kejanggalan saat mendatangi sel nomor 29 Blok Timur yang ditempati Setnov.
Begitu masuk ke sel, terlihat kamar yang begitu ditata rapi, kecil dan terkesan sederhana. Namun, ada hal mencurigakan di sana. Salah satunya adalah papan nama di pintu yang terkesan baru dipasang. Selain itu, barang-barang yang ada sel tersebut juga tidak mencerminkan sosok Setnov. Ada sejumlah parfum perempuan hingga cat rambut berharga murah.
Menkumham sendiri akhirnya mengakui, sel tersebut palsu dan bukan tempat Setya Novanto. "Itu bukan sel Setya Novanto," kata Yasonna H Laoly.
Pengamat hukum pidana dari Universitas Parahyangan Bandung Agustinus Pohan menyatakan, terkuaknya kasus sel mewah Setya Novanto membuktikan pemerintah tak pernah serius membenahi masalah di lapas, khususnya lapas Sukamiskin yang banyak dihuni tahanan korupsi.
"Kasus seperti ini di Sukamiskin kan sebenarnya sudah lama, baru dibenahi setelah ada OTT KPK beberapa waktu lalu. Eh, belum lama kini muncul lagi," ujar Agus kepada Liputan6.com, Senin (17/9/2018).
Agus menyatakan, pembenahan di Lapas Sukamiskin tidak bisa dilakukan secara bottom-up. Pembenahan harus dilakukan secara top down dari elite Kemenkumham hingga sipir penjaga lapas. Mereka harus harus konsisten menegakkan aturan yang berlaku.
"Ini kan masalah relasi. Para tahanan korupsi itu punya akses luas ke pengambil kebijakan di pusat, mereka bisa menggunakan power tersebut untuk kemudahan dirinya saat jadi tahanan," ungkapnya.
Kondisi inilah yang kemudian membuat petugas lapas di lapangan khawatir jika memperlakukan napi korupsi tersebut sesuai aturan atau menyamakan dengan napi umum lainnya.
"Lihat saja Setnov, dia kan mantan Ketua DPR, mantan Ketua Umum Golkar juga. Dengan kapasitas seperti itu bukan tidak mungkin petugas lapas jadi keder mentalnya. Mereka takut jika tidak memberi layanan wah akan berakibat buruk kepada dirinya," ungkapnya.
Sebagai solusi, Agus meminta Kemekumham melalui Dirjen PAS agar tegas menegakkan aturan lapas. Jangan lagi ada diskriminasi fasilitas antara tahanan korupsi dengan tahanan umum lainnya.
"Samakan semuanya jangan di tambah-tambahin. Apalagi ditambahin peralatan elektronik, itu sudah jelas-jelas pelanggaran," tegasnya.
Selain itu, dia meminta ada solusi lain terkait penempatan tahanan korupsi. Menjadikan Lapas Sukamiskin sebagai satu-satunya rujukan napi koruptor, kata Agustinus, jelas melanggar aturan.
"Harus ada alternatif lain. Kalau numpuk di Sukamiskin jelas sangat rawan penyimpangan," ucapnya.
Sementara itu, ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir mempertanyakan keseriusan Kemenkumham dalam menerapkan standar pembangunan lapas.
"Sudah sesuai aturan WHO belum? Kalau sudah terus di bongkar dan sebagainya itu jelas salah. Tapi kalau sebaliknya, tentu harus ada toleransi untuk napi," ujarnya kepada Liputan6.com, Senin (17/9/2018).
Begitu juga dengan kasus Setya Novanto. Mudzakir menyatakan, standarisasi lapas harus juga dikedepankan.
"Apakah lapas Sukamiskin sudah sesuai standar? Jadi kesimpulannya tidak bisa dinilai begitu saja. Saya minta siapa pun yang menilai apakah memperbaiki lapas dengan memasang meja kursi dan seterusnya itu kriminal atau bukan?" ungkapnya.
Menurutnya, tidak masalah jika ada narapidana yang membangun sel tahanan karena penjara tidak layak huni. Tentu dengan sejumlah catatan tertentu.
"Oke, kamarmu bangun tapi kamu harus bangun fasilitas lain untuk kepentingan publik para anak binaan yang lain. Sehingga ada take and give," ujarnya.
Mudzakir tidak sepakat jika mencuatnya kasus sel mewah ini menjadi dasar perlunya tahanan korupsi diisolasi. Menurutnya, problem tindak korupsi itu tidak sama dengan pemberontakan. "Problem mereka (korupsi) berbeda-beda," tegasnya.
Selain itu, dia menilai napi tindak pidana korupsi mempunyai potensi dibanding napi lainnya.
"Kalau diberdayakan dapat memberikan manfaat di lingkungan mereka. Tapi kalau kumpul jadi satu (diisolasi) itu potensi negatif menjadi lebih besar," pungkasnya.
Saksikan video terkait lapas Setnov di Sukamiskin berikut ini:
No comments:
Post a Comment